Materi
Sistem Informasi Manajemen sangat berhubungan dengan peningkatan kualitas
kesehatan di Indonesia salah satunya juga dapat dimanfaatkan dalam bidang kefarmasian.
Secara garis besar saya sangat tertarik dalam bidang sistem informasi manajemen
farmasi (SIMFAR) terutama pembelajaran pemetaan sebagai pendukung keputusan.
Pemetaan di bidang kefarmasian dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada
apoteker khususnya untuk mengetahui penyebaran baik apoteker, apotek maupun
pusat kesehatan lain yang dapat dipermudah dengan adanya peta. Dampak langsung
dari pemetaan juga dalam hal pemerataan tenaga apoteker yang merupakan aspek
penting dalam pelayanan. Karena apoteker sendiri memiliki peranan penting dalam
hal pengendalian obat dan jaminan kualitas terhadap pengobatan yang diberikan
ke pasien. Untuk itu sangat perlu diadakan penelitian tentang penentuan
distribusi apoteker guna menunjang proses pelayanan kesehatan dan perencanaan
tenaga apoteker terutama di pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti apotek,
rumah sakit, klinik dan puskesmas. Salah satu sistem kesehatan nasional yang turut menentukan derajat kesehatan adalah
sumberdaya manusia (SDM) kesehatan. Perencanaan tenaga apoteker menjadi unsur
utama yang mendukung subsistem lainnya. Perencanaan tenaga apoteker bertujuan
pada tersedianya tenaga apoteker yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi
dengan adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
Pengembangan
sistem informasi manajemen farmasi dalam konteks apoteker sangat diperlukan
saat ini mengingat beberapa informasi yang diperoleh rasio dari tenaga apoteker
sendiri masih banyak yang belum merata dan mencukupi di Indonesia. Rasio jumlah
tenaga apoteker terhadap penduduk di Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan
dengan rasio di negara-negara maju maupun di negara-negara ASEAN lainnya. Oleh
karena itu, banyak rumah sakit swasta maupun pemerintah di tingkat kotamadia
dan kabupaten di Indonesia yang masih membutuhkan tenaga apoteker. Jumlah
apoteker yang semakin meningkat secara signifikan Indonesia saat ini sekitar
38.000 apoteker dengan pertumbuhan pertahun sekurang-kurangnya 4.000 apoteker
(IAI, 2012). Lulusan apoteker dari tahun 2001 hingga 2008 adalah 16.828 orang dari
perguruan tinggi negeri maupun swasta seluruh Indonesia (APTFI, 2009).
Upaya
di bidang farmasi merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan yang
ditujukan untuk mewujudkan derajad kesehatan rakyat secara optimal. Upaya ini
meliputi penyediaan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat-obatan dan alat
kesehatan serta pengendalian, pengawasan dan pembinaan upaya di bidang obat,
termasuk di dalamnya narkotika, psikotropika, minuman keras, alat dan
perbekalan farmasi lainnya.
Sejalan
dengan upaya tersebut kegiatan pengendalian dan pengawasan perlu ditingkatkan
agar disamping adanya kemudahan untuk mendapatkan obat, masyarakat juga
terlindung dari penyalahgunaan dan penggunaan obat-obatan secara salah. Dalam
hubungan ini apoteker merupakan tenaga yang potensial untuk mengemban tugas
pemerataan pelayanan farmasi maupun turut serta dalam pengendalian dan pengawasan
obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya. Oleh karena itu penyebaran apoteker
secara merata di tanah air perlu dilaksanakan.
Menurut UU No.44 tahun 2009
instalasi farmasi menjadi satu-satunya unit yang mengelola perbekalan farmasi
di rumah sakit. Dalam pelaksanaannya pengelolaan perbekalan farmasi memerlukan
ketersediaan SDM, terutama tenaga kefarmasian. Tenaga kefarmasian menurut PP No
51 tahun 2009 terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga
teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis
farmasi dan tenaga menengah farmasi.
Penyebaran
apoteker hingga saat ini belum dapat dilaksanakan secara merata akibat adanya berbagai
hambatan. Pendekatan terhadap permasalahan ini hanya dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan pendayagunaan apoteker dengan cara mewajibkan setiap apoteker yang
baru lulus untuk mengikuti masa bakti. Pelaksanaan masa bakti dilakukan pada
sarana kesehatan milik Pemerintah atau di Perguruan Tinggi sebagai staf
pengajar atau di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sampai jangka waktu tertentu (Depkes RI, 2009).
Propinsi
Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan
pulau Kalimantan dengan batas-batas
yaitu sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur
dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara
dengan propinsi Kalimantan Timur.
Tabel 1. Daftar
kabupaten/kota di Kalimantan Selatan
No
|
KABUPATEN/KOTA
|
KECAMATAN
|
LUAS WILAYAH (KM2)
|
JUMLAH PENDUDUK
|
1
|
Tanah Laut
|
9
|
3.631,35
|
247,832
|
2
|
Kotabaru
|
18
|
9.483,00
|
256,846
|
3
|
Banjar
|
16
|
4.668,00
|
456,945
|
4
|
Barito Kuala
|
17
|
2.996,46
|
269,017
|
5
|
Tapin
|
10
|
2.700,82
|
148,173
|
6
|
Hulu Sungai
Selatan
|
10
|
1.804,94
|
203,928
|
7
|
Hulu Sungai
Tengah
|
11
|
1.472,00
|
237,211
|
8
|
Hulu Sungai
Utara
|
7
|
890,76
|
208,373
|
9
|
Tabalong
|
12
|
3.766,97
|
182,743
|
10
|
Tanah Bumbu
|
10
|
5.006,96
|
214,595
|
11
|
Balangan
|
6
|
1.878,290
|
100,222
|
12
|
Kota
Banjarmasin
|
5
|
72,00
|
628,555
|
13
|
Kota Banjarbaru
|
3
|
371,00
|
147,393
|
JUMLAH
|
134
|
38.742,55
|
3.301,833
|
Upaya
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan telah
melakukan langkah-langkah peningkatan pelayanan kesehatan secara menyeluruh,
terpadu dan terjangkau dengan mengembangkan berbagai peningkatan sarana
kesehatan, seperti rumah sakit pemerintah yang saat ini sudah mencapai 13 buah.
Namun, ketersediaan Fasilitas Kesehatan tersebut tidak diimbangi dengan
ketersediaan tenaga apoteker disana. Distribusi apoteker di Kalimantan Selatan
dapat dikatakan tidak merata. Hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah baru,
seperti distribusi obat-obatan, baik dari sisi pengadaan obat, produksi dan
distribusi obat, serta penyimpanan maupun penyerahan obat (Biro
Humas Setdaprov Kalsel, 2010).
Sampai saat ini belum ada data secara pasti
mengenai peta distribusi apoteker di Kalimantan Selatan, sehingga penyebaran
apoteker tersebut belum secara jelas dapat di deskripsikan. Hal ini disebabkan
belum adanya sistem informasi data yang cepat dan up to date. Disamping itu berbagai data informasi tentang
apoteker yang ada di Kalimantan Selatan masih berbentuk manual dan belum terkomputerisasi.
Data-data yang ada hanya disajikan dalam bentuk tabel, hal ini susah untuk diinterpretasikan
dan memakan waktu cukup lama untuk meng
up date atau melakukan perubahan data. Bentuk ini juga membuat
masyarakat umum tidak dapat mengetahui lokasi pelayanan apoteker yang ada
secara menyeluruh dengan mudah. Studi mengenai pemetaan distribusi apoteker di Kalimantan Selatan perlu dilakukan sehingga dapat diketahui secara jelas penyebab distribusi apoteker
yang tidak merata di Kalimantan Selatan.
Software pemetaan misalnya seperti software health mapper dapat diaplikasikan untuk pemetaan jumlah apoteker di Kalimantan Selatana, dengan tampilan seperti berikut :
Software pemetaan misalnya seperti software health mapper dapat diaplikasikan untuk pemetaan jumlah apoteker di Kalimantan Selatana, dengan tampilan seperti berikut :
Software seperti health mapper ini akan
mempermudah dalam interpretasi peta apoteker yang ada pada pelayanan seperti
rumah sakit, apotek, klinik dan puskesmas. Output peta ini juga akan mempermudah
dalam pendukung keputusan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penempatan
tenaga kerja apoteker. Sehingga dengan mengetahui determinan distribusi tenaga
apoteker di Kalimantan Selatan ini diharapkan berdampak positif pada pemerataan
tenaga apoteker dan meningkatkan keterjaringan pelyanan apoteker kepada
masyarakat.
0 comments:
Post a Comment