Thursday 23 June 2016

Perlunya Pemetaan Apoteker Kalsel (Penerapan Aplikasi berbasis GIS)

>

Materi Sistem Informasi Manajemen sangat berhubungan dengan peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia salah satunya juga dapat dimanfaatkan dalam bidang kefarmasian. Secara garis besar saya sangat tertarik dalam bidang sistem informasi manajemen farmasi (SIMFAR) terutama pembelajaran pemetaan sebagai pendukung keputusan. Pemetaan di bidang kefarmasian dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada apoteker khususnya untuk mengetahui penyebaran baik apoteker, apotek maupun pusat kesehatan lain yang dapat dipermudah dengan adanya peta. Dampak langsung dari pemetaan juga dalam hal pemerataan tenaga apoteker yang merupakan aspek penting dalam pelayanan. Karena apoteker sendiri memiliki peranan penting dalam hal pengendalian obat dan jaminan kualitas terhadap pengobatan yang diberikan ke pasien. Untuk itu sangat perlu diadakan penelitian tentang penentuan distribusi apoteker guna menunjang proses pelayanan kesehatan dan perencanaan tenaga apoteker terutama di pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti apotek, rumah sakit, klinik dan puskesmas. Salah satu sistem kesehatan nasional  yang turut menentukan derajat kesehatan adalah sumberdaya manusia (SDM) kesehatan. Perencanaan tenaga apoteker menjadi unsur utama yang mendukung subsistem lainnya. Perencanaan tenaga apoteker bertujuan pada tersedianya tenaga apoteker yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi dengan adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
Pengembangan sistem informasi manajemen farmasi dalam konteks apoteker sangat diperlukan saat ini mengingat beberapa informasi yang diperoleh rasio dari tenaga apoteker sendiri masih banyak yang belum merata dan mencukupi di Indonesia. Rasio jumlah tenaga apoteker terhadap penduduk di Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio di negara-negara maju maupun di negara-negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, banyak rumah sakit swasta maupun pemerintah di tingkat kotamadia dan kabupaten di Indonesia yang masih membutuhkan tenaga apoteker. Jumlah apoteker yang semakin meningkat secara signifikan Indonesia saat ini sekitar 38.000 apoteker dengan pertumbuhan pertahun sekurang-kurangnya 4.000 apoteker (IAI, 2012). Lulusan apoteker dari tahun 2001 hingga 2008 adalah 16.828 orang dari perguruan tinggi negeri maupun swasta seluruh Indonesia (APTFI, 2009).
Upaya di bidang farmasi merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan derajad kesehatan rakyat secara optimal. Upaya ini meliputi penyediaan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan serta pengendalian, pengawasan dan pembinaan upaya di bidang obat, termasuk di dalamnya narkotika, psikotropika, minuman keras, alat dan perbekalan farmasi lainnya.
Sejalan dengan upaya tersebut kegiatan pengendalian dan pengawasan perlu ditingkatkan agar disamping adanya kemudahan untuk mendapatkan obat, masyarakat juga terlindung dari penyalahgunaan dan penggunaan obat-obatan secara salah. Dalam hubungan ini apoteker merupakan tenaga yang potensial untuk mengemban tugas pemerataan pelayanan farmasi maupun turut serta dalam pengendalian dan pengawasan obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya. Oleh karena itu penyebaran apoteker secara merata di tanah air perlu dilaksanakan.
Menurut UU No.44 tahun 2009 instalasi farmasi menjadi satu-satunya unit yang mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit. Dalam pelaksanaannya pengelolaan perbekalan farmasi memerlukan ketersediaan SDM, terutama tenaga kefarmasian. Tenaga kefarmasian menurut PP No 51 tahun 2009 terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi.
Penyebaran apoteker hingga saat ini belum dapat dilaksanakan secara merata akibat adanya berbagai hambatan. Pendekatan terhadap permasalahan ini hanya dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pendayagunaan apoteker dengan cara mewajibkan setiap apoteker yang baru lulus untuk mengikuti masa bakti. Pelaksanaan masa bakti dilakukan pada sarana kesehatan milik Pemerintah atau di Perguruan Tinggi sebagai staf pengajar atau di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik  Indonesia sampai jangka waktu tertentu (Depkes RI, 2009).
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas  yaitu sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan propinsi Kalimantan Timur.
Tabel 1. Daftar kabupaten/kota di Kalimantan Selatan

No
KABUPATEN/KOTA
KECAMATAN
LUAS WILAYAH (KM2)
JUMLAH PENDUDUK
1
Tanah Laut
9
3.631,35
247,832
2
Kotabaru
18
9.483,00
256,846
3
Banjar
16
4.668,00
456,945
4
Barito Kuala
17
2.996,46
269,017
5
Tapin
10
2.700,82
148,173
6
Hulu Sungai Selatan
10
1.804,94
203,928
7
Hulu Sungai Tengah
11
1.472,00
237,211
8
Hulu Sungai Utara
7
890,76
208,373
9
Tabalong
12
3.766,97
182,743
10
Tanah Bumbu
10
5.006,96
214,595
11
 Balangan
6
1.878,290
100,222
12
Kota Banjarmasin
5
72,00
628,555
13
Kota Banjarbaru
3
371,00
147,393
JUMLAH
134
38.742,55
3.301,833
Upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan telah melakukan langkah-langkah peningkatan pelayanan kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan terjangkau dengan mengembangkan berbagai peningkatan sarana kesehatan, seperti rumah sakit pemerintah yang saat ini sudah mencapai 13 buah. Namun, ketersediaan Fasilitas Kesehatan tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga apoteker disana. Distribusi apoteker di Kalimantan Selatan dapat dikatakan tidak merata. Hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah baru, seperti distribusi obat-obatan, baik dari sisi pengadaan obat, produksi dan distribusi obat, serta penyimpanan maupun penyerahan obat (Biro Humas Setdaprov Kalsel, 2010).
Sampai saat ini belum ada data secara pasti mengenai peta distribusi apoteker di Kalimantan Selatan, sehingga penyebaran apoteker tersebut belum secara jelas dapat di deskripsikan. Hal ini disebabkan belum adanya sistem informasi data yang cepat dan  up to date.  Disamping itu berbagai data informasi tentang apoteker yang ada di Kalimantan Selatan masih berbentuk manual dan belum terkomputerisasi. Data-data yang ada hanya disajikan dalam bentuk tabel, hal ini susah untuk diinterpretasikan dan memakan waktu cukup lama untuk meng  up date atau melakukan perubahan data. Bentuk ini juga membuat masyarakat umum tidak dapat mengetahui lokasi pelayanan apoteker yang ada secara menyeluruh dengan mudah.  Studi mengenai pemetaan distribusi apoteker di Kalimantan Selatan perlu dilakukan sehingga dapat diketahui secara jelas penyebab distribusi apoteker yang tidak merata di Kalimantan Selatan.
 Software pemetaan misalnya seperti software health mapper dapat diaplikasikan untuk pemetaan jumlah apoteker di Kalimantan Selatana, dengan tampilan seperti berikut :


Software seperti health mapper ini akan mempermudah dalam interpretasi peta apoteker yang ada pada pelayanan seperti rumah sakit, apotek, klinik dan puskesmas. Output peta ini juga akan mempermudah dalam pendukung keputusan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penempatan tenaga kerja apoteker. Sehingga dengan mengetahui determinan distribusi tenaga apoteker di Kalimantan Selatan ini diharapkan berdampak positif pada pemerataan tenaga apoteker dan meningkatkan keterjaringan pelyanan apoteker kepada masyarakat.

0 comments:

Post a Comment